TINJAUAN TEOLOGI AKAL DAN WAHYU
DARI ALIRAN MODERN DALAM ISLAM

A.    LATAR BELAKANG
Teologi Islam merupakan ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Teologi dalam Islam disebut juga ‘ilm al-tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa dan ke-Esaan dalam pandangan Islam, sebagai agama monoteisme, merupakan sifat terpenting di antara segala sifat-sifat Tuhan. Selanjutnya teologi Islam disebut juga ‘ilm al-kalam. Kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah sabda Tuhan maka teologi dalam Islam disebut ‘ilm kalam, karena soal kalam, sabda Tuhan atau Al-Qur’an pernah menimbulkan pertentangan-pertentangan keras di kalangan umat Islam yang diakibatkan perbedaan pemahaman oleh tiap-tiap pemimpin, ulamah, ataupun para muslimin sehingga di abad IX dan X Masehi, timbul penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di waktu itu (Nasution. 2008: ix).
Perbedaan pandangan mengenai teologi menurut banyak aliran dikarenakan banyaknya pandangan-pandangan tentang Iman dan Kufur, tentang perbuatan tuhan dan Manusia, tentang Akal dan Wahyu.
Wafatnya Rasulullah SAW di tahun 632 M menyebabkan pergantian dan perebutan kekuasaan terus menerus,sebagai pengganti baginda Rosul SAW. Pergantian tersebut dimulai dari Abu Bakar, Umar Ibn al-Khattab, Usman Ibn ‘Affan, Ali Ibn Abi Thalib, dan Mu’awiyah. Pergantian kedudukan dari khalifah Ali Ibn Abi Thalib ke Mu’awiyah terjadi karena adanya kecurangan yang dilakukan Mu’awiyah. Karena adanya kecurangan inilah maka lahir golongan-golongan seperti khawarij, murji’ah, mu’tazilah, qadariyah dan jabariyah, serta ahli sunnah dan jama’ah.
 Setelah golongan-golongan di atas memudar, maka munculah pemikiran-pemikiran teologi Islam yang kontomporer dari tokoh-tokoh pembaharu, seperti Syekh Muhammad Abduh (1849 M-1905 M), Sayyid Ahmad Khan (1817 M-1878 M), Muhammad Iqbal (1873 M-1878 M). Setelah itu, muncul pula ilmu kalam yang kontemporer dengan tokoh-tokoh seperti, Ismail Faruqi (L. 1921 M), Hasan Hanafi (L. 1935 M), H.M. Rasyidi (L. ), dan Harun Nasution (L. 1919 M).
Pemikiran teologi modern ini salah satunya adalah rasional. Rasional ini bermaksud tidak hanya mengandalkan Al Quran dan Hadits tetapi juga mengandalkan akal fikiran yang rasional. Karna dengan akal,  manusia dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada tuhan. Dan  juga merupakan ajaran Al-Qur’an  kitab suci ini memerintahkan kita untuk berfikir dan juga melarang kita untuk memakai sifat taklid. Karna taklid adalah salah satu penyebab kemunduran islam pada abad 19 dan 20. Sehingga pada saat ini banyak tokoh islam yang mencoba melakukan pemikiran rasional. Namun pemikiran-pemikiran ini juga menghasilkan pemahaman yang berbeda-beda sehingga menimbulkan pro dan kontara dikalangan umat muslim.
Salah satu aspek teologi yang menjadi perdebatan hingga sekarang ialah kedudukan akal dan wahyu. Salah satu contohnya yakni pendapat Harun nasution yang menganggap akal lebih tinggi dibanding wahyu karena dengan akal manusia dapat mengeksistensikan dirinya untuk mencapai kedudukan tinggat tertinggi, namun munurut Rasyidi tidak sependapat dengan Harun Nasution karena jika menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang di hasilkan pikiran manusia yang bersifat universal maka dalam hal ini meremehkan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dengan pemikiran tersebut dapat melemahkan iman para mahasiswa.
B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun dari latar belakang di atas dapat dirangkum beberapa permasalahan diantaranya, yakni:
1.                  Apa saja pemikiran-pemikiran yang di ciptakan oleh tokoh-tokoh aliran islam modern tersebut?
2.                  Bagaimana perbandingan anatara pemikiran-pemikiran mereka?

BAB II
PEMBAHASAN
Teologi Akal dan Wahyu

A.         Pengertian Teologi Akal dan Wahyu
Kata akal sering diartikan dengan pikiran ( rasional ), akan tetapi sebenarnya akal mempunyai makna yang lebih tinggi dan metafisis  yang sering digunakan dalam terminologi filsafat Islam, yakni serasi dengan pengertian intellect atau nous dalam filsafat platonisme dan Neo-Platonisme. Akal adalah potensi yang terpendam dalam diri manusia yang berbentuk spirit. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap diri manusia terdapat sesuatu kekuatan ( akal ) yang bisa menghantarkan manusia pada sebuah kemajuan ( akal ) yang bisa menghantarkan manusia pada sebuah kemajuan dalam mengubah dunia.
Menurut Narun Nasution, kata akal yang sudah menjadi bahasa indonesia barasal dari kata arab al-aql, yang berbentuk kata benda, sementara dalam al-Quran sendiri al-aql digunakan hanya dalam bentuk kata kerjanya saja, seperti aqaluh, ta’qilum, ya’qilun. Semua kata-kata ini mempunyai arti faham atau mengerti.
Lebih lanjut harun mengatakan bahwa kata asli dari aqala mempunyai arti mengikat dan menahan, karena pada zaman jahiliyyah orang yang dapat menahan amarahnya dan dapat bersikap bijaksanaan dalam mengatasi setiap adanya permasalaah.
Izutsu mengatakan bahwa kata akal pada zaman jahiliyyah diartikan sebagai suatu kecerdasan praktis ( practical intelligence ). Kata ini dikhususkan pada seseorang yang dapat menyelesaikan setiap permasalahan dengan bijak. Orang yang berakal, menurut Izutsu adalah orang yang mempunyai kemampuan dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapi dan mampu melepaskan diri dari bahaya yang dihadapi dalam setiap mengarungi samudra kehidupannya.
Sementara wahyu dalam pandangan Harun Nasution adalah berasal dari Arab al-wahy, dan al-wahy ini merupakan kata asli dari bahasa Arab. Kata ini mempunyai arti suara, api, kecepatan dan juga mempunyai arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Kata ini dipakai hanya untuk para nabi ketika mereka menerima wahyu dati tuhan. Kata wahyu juga mempunyai arti penyampaian sabda Tuhan yang ditujukan kepada manusia pilihanNya ( nabi ) untuk disampaikan pada umatnya agar dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupannya agar selamat di dunia dan akhirat.
Menurut bahasa, wahyu mempunyai arti pemberian isyarat, pembicaraan dengan rahasia, dan menggerakkan hati. Adapun yang dimaksud dalam terminologi, wahyu adalah pemberitahuan yang datang dari Allah kepada para nabi-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan dan petunjuk kepada jalan-Nya yang lurus dan benar.
Menurut al-maraghi wahyu meurut bahasa adalah isyarat, seperti yang tersebut dalam Q.S. Maryam: 11
“ lalu ia ( Zakariyya ) memberi isyarat kepada mereka: hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
Dan ilham yang terdapat dalam jiwa, seperti dalam ayat 7 surat al-Qashash.
“ dan kami ilhamkan kepada ibn musa: susukanlah dia”
Dan juga berarti naluri atau instink yang tetap, seperti dalam surat al-Nahl: 68
“ dan tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan dirumah-rumah yang didirikan manusia.
 Serta pemberitahuan secara tersembunyi ( bisikan ) tentang suatu masalah yang diberitahukan kepada seseorang, akan tetapi disembunyikan dari orang lain, seperti yang terdapat pada surah al-An’am: 112
“ yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu ( manusia )”.
Sedangkan wahyu menurut istilah al-Maraghi adalah pengetahuan yang diperoleh para nabi dengan penuh datang dari Allah, baik dengan perantara malaikat ataupun bukan, dengan suara atau tidak bersuara.
Jadi dapat dipahami bahwa pengertian akal dan wahyu yang diutarakan harun nasutiom tidak jauh beda dengan pendapat para ulamah-ulama Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pendapat yang diutarakan tiap tokoh di atas.
Akal dan Wahyu menurut teolog
            Sebelum penulis masuk pada inti permasalahan, terlebih dahulu penulis teliti definisi dari definisi dari teologi itu sendiri. Dilihat dari segi etimologi teologi berasal dari kata “theos” yang mempunyai arti “ tuhan “, dan “logos” mempunyai arti ilmu. Jadi arti dari teologi adalah ilmu tentang ketuhanan atau ilmu tentang tuhan.
            Collins dalam kamus New English Dictionary mengatakan bahwa teologi merupakan ilmu yang membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara Tuhan dengan manusia.
Dalam sejarah pemikiran islam, teologi dikenal dengan nama ilmu kalam. Adapun aliran yang akan penulis bahas adalah antara mu’tazilah dan asy’ariyyah. Mu’tazilah memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal, tidak terhadap wahyu, sedangkan asy’ariyyah memberikan kedudukan tinggi terhadap wahyu, tidak terhadap akal.
Karena mu’tazilah memberikan kedudukan tinggi terhadap akal, maka teologi mu’tazilah bercorak rasioanal dikarenakan dalam setiap memahami ayat-ayat al-Qur’an, mereka selalu berpikir secara rasioanl. Mereka berusaha mencoba mencari kesamaan atau memadukan arti teks yang terdapat dalam al-Qur’an dengan pandapat akal. Mu’tazilah selalu menggunakan penafsiran secara majazi atau metaforis, bukan menggunakan penafsiran secara harfiah. Contohnya penafsiran wajah tuhan sebagai esensi tuhan dan tangan tuhan sebagai kekuasaan tuhan.

B. Pemikiran-Pemikiran Dari Tinjauan Aliran Modern Dalam Islam
     a.  Pemikiran Kalam Harun Nasution
       Harun Nasution adalah seorang cendikiawan Islam indonesia di era modern banyak mengeluarkan pemikiran tentang kalam, pemikiran ini berdasarkan oleh keingintahuannya terhadap kalam terutama pemikiran kalam dari pemikiran kalam klasik. Dari penelitian yang di lakukan, ia banyak melakukan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan  kalam tersebut. Adapun beberapa pemikiran yang ia cetuskan berkaitan dengan ilmu kalam tersebut antara lain:
             1.  peranan akal dan hubungannya dengan wahyu
  Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution berpendapat bahwa akal adalah suatu hal yang di miliki oleh manusia. Dengan akal, dapat melambangkan kekuatan manusia karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain. Bertambah tinggi akal manusia maka bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan sesuatu dan bertambah lemah kekuatan manusia maka bertambah rendahlah kesanggupanya menghadapi kekuatan lain.

وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ ١٧٩

ArtinyaDan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka memperingati, tetapi tidak di pergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak di pergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak di perguanakan utuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. ((Q.S. Al-Araf: 179))
Oleh sebab itu, Harun Nasution berpendapat bahwa dengan akallah manusia dapat mengetahui baik buruknya sesuatu dan wahyulah yang menjadi penilaian terhadap baik buruknya sesuatu tersebut. Sehingga dalam hal ini, Harun Nasution sependapat dengan Muhammad Abduh yang menyatakan bahwa kedudukan akal itu lebih tinggi daripada wahyu. Disebabkan dengan akallah kita dapat mengetahui baik dan buruk dan  makna akan sesuatu, sedangkan wahyu hanya bersifat nilai absolut-universal akan suatu hal tersebut.
Namun hal ini menuai kritikan dari H.M.Rasyidi yang menyatakan bahwa kedudukan akal tidak lebih tinggi dari pada wahyu. Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang di hasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal, berarti  mereka meremehkan ayat-ayat Al-Qur’an.seperti dalam firman Allah SWT


وَإِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحۡنَ أَزۡوَٰجَهُنَّ إِذَا تَرَٰضَوۡاْ بَيۡنَهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ مِنكُمۡ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۗ ذَٰلِكُمۡ أَزۡكَىٰ لَكُمۡ وَأَطۡهَرُۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٢٣٢
Artinya: “ Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma´ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah:232)
Di samping itu, Rasyidi berpendapat bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk, hal ini di buktikan dengan munculnya ekstensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.










Artinya: Allahlah yang maha mengetahui sedangkan kaum tidak mengetahui.

 Harun Nasution memilih problematika akal dalam sistem teologi muhammad abduh sebagai kajiannya
 H.M. Rasydi
Pemikiran kalam Rasyidi dapat di telusuri dari kritikan-kritikan yang di alamatkan kepada Harun Nasution dan Nurcholis Madjid. Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat di kemukakan sebagai berikut:
1. tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
Dalam hal ini Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi islam sedangkan teologi adalah ilmu kalam kristen. Menurutnya setelah menelusuri sejarah munculnya teologi, orang barat memakai istilah teologi untuk menunjukan tauhid atau kalam karena mereka tidak memiliki istilah lain. Teologi terdiri dari dua kata, yaitu teo(theos) artinya tuhan, dan logos adalah ilmu. Jadi teologi berarti ilmu ketuhanan. Adapun sebab timbulnya teologi dalam kristen adalah ketuhanan Nabi isa, sebagai salah satu dari tri-tunggal atau trinitas. Namun , kata teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama kristen, yang luarkepercayaan(yang benar), sehingga teologi dalam kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu kalam.
2. tema-tema ilmu kalam.
Salah satu tema-tema ilmu, kalam Harun Nasution yang dikritik adalah deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat islam sekarang, khususnya di indonesia.


2. Pemikiran Teologi Ditinjau Dari Aliran Moderen Dalam Islam




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Hadas Dan Najis-Fauzy